Sungai Kakap, BERKAT. Membicarakan buah pinang kering, serasa tak habis-habisnya memmbincangkan tentang sebuah manfaat tumbuhan yang dahulunya hanya digunakan oleh orang tua di perkampungan sebagai pelengkap makanan sirih. Uniknya, komoditas unggulan yang belum dikonsentrasikan oleh pemerintah untuk pengembangannya ini tidak memiliki musim panen seperti beberapa buah lainnya. Artinya setiap satu minggu sekali buah pinang selalu dipanen dan dikeringkan kemudian dijual.
Di Desa Punggur Besar Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya, sebagian besar masyarakatnya memanfaatkan buah pinang. Padahal menurut salah petani pinang, warga Parit Sarim Desa Punggur Besar Kecamatan Sungai Kakap, Ahmad Adan (46) pada era tahun 1990-an, buah pinang sama sekali tidak menghasilkan, namun beberapa tahun belakangan sejak permintaan buah pinang meningkat masyarakatpun berlomba-lomba menanam pinang.
"Kalau saya sudah sebelas tahun mulai menanam pohon pinang. Hasilnya saya bisa panen sebanyak 500 kilogram perminggu sekali," ujar Adan yang memiliki kebun pohon pinang hampir empat hektar ini.
Meski harga pinang kering saat ini berkisar Rp 4.000 perkilogramnya, masyarakat tetap bersemangat mengeringkan buah yang dijadikan bahan pewarna untuk perusahaan tekstil ini. Tidak jarang di setiap halaman rumah warga Desa Punggur Besar terhampar buah pinang berbagai rupa, ada yang masih memiliki kulit, ada juga yang sudah dikupas.
Namun, hingga saat ini sorotan dinas terkait masih belum maksimal melakukan pembinaan terhadap masyarakat yang menjadikan komoditas unggulan ini sebagai penghasilan sampingan, padahal jika potensi ini dikembangkan, bukan hal yang mustahil dengan kesuburan lahan yang ada Kalbar bisa menjadi pengekspor pinang bagi dunia tekstil.
0 komentar:
Posting Komentar